Sejak saat itu, Anteh kemudian
memanggil Gusti Putri Endah sang pewaris kerajaan dengan panggilan kakak.
Mereka memang terlihat bersaudara, tapi dari segih wajah, Anteh jauh lebih
cantik dari sang Putri.
“Anteh, sebenarnya aku iri padamu,”
kata putri.
“Ah, iri kenapa kak. Saya tidak punya
keistimewaan yang bisa membuat orang lain iri,” kata Anteh heran.
“Apa kau tidak tahu bahwa kamu lebih
cantik dariku. Jika kamu seorang putri, pasti sudah banyak pangeran yang
meminangmu,” ujar putri sambil tersenyum.
“Ha ha ha.. kakak bisa saja. Mana
bisa wajah jelek seperti ini dibilang cantik. Yang cantik tuh kak Endah,
kemarin saja waktu pangeran dari kerajaan sebrang datang, dia sampai terpesona
melihat kakak. Iya kan kak?” jawab Anteh dengan semangat.
“Ah kamu bisa saja. Itu karena waktu
itu kau memilihkan baju yang cocok untukku. O ya kau buat di penjahit mana baju
itu?” tanya putri.
“Eeee…itu…itu…saya yang jahit sendiri
kak.” jawab Anteh.
“Benarkah? Wah aku tidak menyangka
kau pandai menjahit. Kalau begitu lain kali kau harus membuatkan baju untukku
lagi ya. Hmmmm…mungkin baju pengantinku?” seru putri.
“Aduh mana berani saya membuat baju
untuk pernikahan kakak. Kalau jelek, saya pasti akan dimarahi rakyat,” kata
Anteh ketakutan.
“Tidak akan gagal! Kemarin baju pesta
saja bisa… jadi baju pengantin pun pasti bisa,” kata putri tegas.
Antehpun tidak bisa menolak
permintaan Putri. Anteh lalu menunduk, mengiyakan apa yang dititahkan tuan
putri yang kini dipanggilnya kakak.