Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati
La la laa La la la laa la
Bendungan Pandan Dure,Bendungan Pandan Dure,
Bendungan Pandan Dure,Bendungan Pandan Dure,
Lagu berakhir dengan tawa mereka, sementara Aku mengirinya
dengan air mata yang tak bisa terbendung. Bergelayut dalam jiwa, Ayah yang mana
yang kini ku tuju. Apakah Ayah yang selama ini merawat sampai 18 tahun usia ini
ataukah Ayah yang tega membuangku di kuburan seperti berita dalam kliping itu.
Bendungan Pandan Dure, Lombok |
Adik-adik Pramuka itupun berhenti tertawa ketika melihat air
mataku tumpah. Supaya tidak terbawa suasana, segera ku hapus kristal asin itu,
dan menyuruh masing-masing ketua regu untuk mengambil cokelat dan air minum.
Aku minta bantuan Firmanto Mahfudz untuk melayani mereka. Aku berusaha tertawa
dan menghilangkan jejak kesedihan, namun sulit rasanya, Hingga ketika semua
sudah mendapatkan Cokelat, Aku segera menghindar, berlari ke pinggir Danau
Cokelat dan berteriak kencang.
Lombokepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Lombok
Lombokepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Lombok
Ayah,,,,
Aku mencintaimu, Ibu Aku menyayangimu,,
Kini aku sudah dewasa,
Inilah Anakmu,
Kartini Lombok yang ingin merubah karakter kaumku
Dan kaum yang memanfaatkan kaum kita, Ibuuuu,,,,,
Lombokepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Lombok
Ayaaah,,,
Benarkah Engkau menodai Ibu dulu
Hingga Aku lahir,,,,,Langsung terdiam. Tidak ingin mereka
yang mendengar mengetahui rahasiaku. Segera Kulanjutkan teriakan dengan kata
Wahai Danau cokelat, terimakasih sudah mempertemukan Aku dengan
generasi-generasi yang akan mengubah dunia, “Merekalah Tunas Kelapa” sambil
memutar tubuhku, berlari kembali ke barisan mereka dan merangkul yang terdepan
diantara mereka.
“Ceille, kakak ne
puitis banget, Pasti Ayah dan Bundanya bangga ya, kata salah satu diantara
Anak-anak itu. (Bersambung)