Mata Pisau di Pandan Dure ; Ku Anteh to Lombok (65)

Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati
La la laa La la la laa la
Bendungan Pandan Dure,
Bendungan Pandan Dure,
Lagu berakhir dengan tawa mereka, sementara Aku mengirinya dengan air mata yang tak bisa terbendung. Bergelayut dalam jiwa, Ayah yang mana yang kini ku tuju. Apakah Ayah yang selama ini merawat sampai 18 tahun usia ini ataukah Ayah yang tega membuangku di kuburan seperti berita dalam kliping itu.


Bendungan Pandan Dure, Lombok
Adik-adik Pramuka itupun berhenti tertawa ketika melihat air mataku tumpah. Supaya tidak terbawa suasana, segera ku hapus kristal asin itu, dan menyuruh masing-masing ketua regu untuk mengambil cokelat dan air minum. Aku minta bantuan Firmanto Mahfudz untuk melayani mereka. Aku berusaha tertawa dan menghilangkan jejak kesedihan, namun sulit rasanya, Hingga ketika semua sudah mendapatkan Cokelat, Aku segera menghindar, berlari ke pinggir Danau Cokelat dan berteriak kencang.
Lombokepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Lombok
Ayah,,,,
Aku mencintaimu, Ibu Aku menyayangimu,,
Kini aku sudah dewasa,
Inilah Anakmu,
Kartini Lombok yang ingin merubah karakter kaumku
Dan kaum yang memanfaatkan kaum kita, Ibuuuu,,,,,
Lombokepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Kepo, Lombok
Ayaaah,,,
Benarkah Engkau menodai Ibu dulu
Hingga Aku lahir,,,,,Langsung terdiam. Tidak ingin mereka yang mendengar mengetahui rahasiaku. Segera Kulanjutkan teriakan dengan kata Wahai Danau cokelat, terimakasih sudah mempertemukan Aku dengan generasi-generasi yang akan mengubah dunia, “Merekalah Tunas Kelapa” sambil memutar tubuhku, berlari kembali ke barisan mereka dan merangkul yang terdepan diantara mereka.

 “Ceille, kakak ne puitis banget, Pasti Ayah dan Bundanya bangga ya, kata salah satu diantara Anak-anak itu. (Bersambung)