Apalagi karena adanya dinding pembatas yang jauh dan dijejali
perkara-perkara yang mengandung nestapa. Gundah semakin merajut masalah,
gelisah bukan cara mencari solusi dan resah hanya menjadi ombak dalam lautan
kekacauan.
Masjid Agung al-Mujahidin, Selong |
Hanya satu harapan, tabah tak gentar dengan uji galau, siap
menerima surfrise dibalik hikmah indahnya hidup menghadapai survival
petualangan. Inilah Aku, yang kini dalam rasa rindu dan galau yang mendera.
Rindu dan galau yang bersatu bersama jiwa dan raga. Rindu,
sebagai ungkapan yang belum terlihat bagaimana bentuknya, mungkin seperti
partikel-pertikel kecil dalam rasa karena adanya prasasti dan panorama cinta
kepada para insan yang memasuki diri ini dalam setiap pengalaman hidup.
Pengalaman hidup yang sudah 18 tahun dalam buain cinta
keluarga yang kini menjadi pertanyaan yang sangat berharap jawaban. Tentang
kedekatan, kemesraan, pemberian, tempat mengadu, mencurahkan, mengaduh dan
mengeluh berpadu menjadi pikiran risau ketika berbalut dalam masalah dan
perpisahan.
Ibu dan Ayah, memang bukan segalanya. Namun mereka
ditakdirkan menjadi sandaran ketika masa-masa membutuhkan kasih sayang, sebagai
kodrat yang sudah ditetapkan. Nasib ini
memang tak sebanding dengan nasib mereka kaum terpaksa menjual diri, walau
dengan harga yang tak di-uang-kan. (Bersambung)