KITAGAPAI. Nuansa Pondok pesantren jelas terbaca dalam sajian karya ilusi anak negeri. Motivasi untuk mengenyam pendidikan walau perekonomian sulit tak menghalangi mereka untuk terus maju.
Ibu Samiun ingin melihat Samiun menjadi gubernur dan atau pemimpin yang taat. Impian itulah yang mendorong Ibunya untuk bekerja keras banting tulang.
Baca :
Paket Wisata Solusi Kasus Alexsis
Tak peduli harus memungut dan memecahkan batu menjadi krikil atau bahan bangunan, terpaksa mengikuti angkuhnya pembangunan, dan apatismenya para kontraktor yang lebih hoby fifti-fiti memberikan rupiah untuk pejabat pembuat komitmen daripada anak-anak senasib Samiun.
Dalam pada itu, dibalik derita dan asa ibunya, Samiun tertimpa tangga pula. Ia harus di skor karena kelakuan lidah tak bertulang yang memfitnahnya. Ia dan Azizah yang sama-sama menjadi korban harus diskor karena tudingan merusak nama baik sekolah.
Namun, Allah tidak buta dan tuli, calon pemimpin yang belajar dalam suasana derita itu, asbab ketahanan dan kepekaannya terhadap nilai-nilai agama. Cita-citanya untuk menjadi pemimpin yang paham agama, maka tak disangka dalam stresnya menjalani masa skorsing, Bulan dan Bintang bertengger di sepion rumahnya yang peot. Ia sebentar lagi terbang ke sebuah negara karena prestasi dan do'a itu.